APAKAH FILSAFAT? Seseorang yang berfilsafat
dapat diumpamankan sebagai seorang yang berpijak di bumi dan menengadah ke
bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan
galaksi. Atau seseorang, yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan
lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang
ditatapnya. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat
menyeluruh, radikal. Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi
pandang ilmu itu sendrii. Dia ingin melihat hakekat ilmu dalam konstelasi
pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral dan kaitan
ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada
dirinya.
“Bagaimana caranya agar saya mendapatkan kekuasaan yang benar?” sambung orang awam itu, penuh hasrat
dalam ketidaktahuannya. “Mudah saja,” jawab filsuf itu, “ketahuilah apa yang
kau tahu dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu.” Kekuasaan
dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan
filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa
yang telah kita ketahui dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti
berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan
yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengkoreksi
diri, semacam keberanian untuk berterusterang, seberapa jauh sebenarnya yang
dicari telah kita jangkau.
Ilmu
merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku Sekolah Dasar sampai
pendidikan lanjutan seperti Perguruan Tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti
kita berterus terang
kepada diri kita sendiri: Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?
Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan
lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan
pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran
secara keilmuannya? Mengapa kita mesti mempelajari ilmu? Apakah kegunaan yang
sebenarnya?.
Demikian juga
filsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah kita
ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya saya
ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu mulai dan di batas manakah
dia berhenti? Ke manakah saya harus berpaling di batas ketidaktahuan ini?
Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu? (mengetahui kekurangan bukan berarti
merendahkanmu, namun secara sadar memaafkan, untuk terlebih jujur dalam
mencintaimu).
Ini semua adalah kehendak atau kekuasaan yang ada pada diri setiap individu,
enth seseorang memiliki ilmu di bidangnya atau tidak memiliki ilmu namun
mempunyai pengetahuan.
Disini dalam tulisan penulis ingin mengedepankan kekuasaan pada setiap
individu, ditelaah secara filosofis, bukan secara parsial atau hanya sebatas, lebenwelt (pengetahuan yang di dapat
secara pengalaman, dan di cerap secara intersubjectif).
Maka untuk lebih tepat pada
pembahasan tentang filsafat kekuasaan, tidak di batasi tentang siapa, apa,
lembaga atau apapun namanya dalam ruang lingkup “paradigma yang “melembaga”
juga kuasa bukanlah milik melainkan strategi,
biasanya kuasa disamakan dengan milik.Kuasa dianggap sebagai suatu yang dapat
diperoleh, disimpan, dibagi, di tambah, atau dikurangi.Kuasa tidak dimiliki
tapi di praktekkan dalam suatu ruang lingkup di mana ada banyak posisi yang
secara strategi berkaitan satu sama lain dan senantiasa mengalami pergeseran.
Dan kuasa tidak dapat di
lokalisasikan tetapi terdapat di mana-mana, kadang kuasa di kaitkan dengan
orang atau lembaga tertentu, khususnya aparat negara, tetapi strategi kuasa
berlangsung di mana-mana, di mana saja terdapat susunan, aturan-aturan,
sistem-sistem, dimana saja ada manusia yang mempunyai hubungan satu sama lain
dan dengan dunia, di situ kuasa sedang bekerja, kuasa tidak datang dari luar,
tetapi menetukan aturan-aturan , dan hubungan itu dari dalam, malah
memungkinkan semua itu. Sebagai contoh boleh di sebut hubungan-hubungan yang
menyangkut keluarga, seksualitas, media komunikasi, dinas kesehatan,
pendidikan, dan ilmu pengetahuan.Contoh lain setiap manusia mengenal
beberapastrategi kuasa yang menyangkut kebenaran: beberapa diskursus diterima
dan diedarkan sebagai benar. Ada instansi-instansi yang menjamin perbedaan
antara benar dan tidak benar.Ada macam-macam aturan dan prosedur untuk
memperoleh dan menyebarkan kebenaran.
SeDemikian juga filsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap
pengetahuan yang telah kita ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap
pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah
ilmu mulai dan di batas manakah dia berhenti? Ke manakah saya harus berpaling
di batas ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu? (mengetahui
kekurangan bukan berarti merendahkanmu, namun secara sadar memaafkan, untuk
terlebih jujur dalam mencintaimu).cara khusus perlu kita perhatikan perkaitan
antara kuasa dan pengetahuan.Pengetahuan tidak berasal dari salah satu subyek
yang mengenal, tetapi dari relasi-relasi kuasa yang menandai subyek itu.Pengetahuan
berada di dalam relasi-relasi kuasa itu sendiri.Kuasa memproduksi pengetahuan
dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa, sama halnya dengan pengetahuan
dan khususnya ilmu pengetahuan menyediakan kuasa ( Science,Knowledge Is Powe,r sepertidi
katakan francis Bacon).
Free will atau kehendak, kuasa
Al-Jubba’i dari kalangan Mu’tazilah, dalam pandangan teologi nya manusia
dipandang mempunyai daya yang besar lagi bebas, bahwa manusia yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh
kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri.Dan daya (al-Istita’ah) untuk
mewujudkan kehendak itu telah terdapat dalam diri manusia sebelum adanya
perbuatan, perbuatan manusia bukanlah melulu dari tuhan tetapi manusia
sendirilah yang mewujudkannya perbuatan.
Perbuatan ialah apa yang dihasilkan dengan daya yang bersifat baharu,
manusia adalah makhluk yang dapat memilih.jadi kemauan dan daya kuasa adalah
manusia sendiri dan tak turut campur dalamnya kemauan dan daya TuhanOleh
karenaya perbuatan manusi adalah perbuatan manusia bukan perbuatan Tuhan.Lebih
lanjut mengapa demikian adalah menerangkan jka manusia berbuat jahat terhadap
sesama manusia, sekiranya perbuatan jahat itu adalah perbuatan Tuhan, dan Tuhan
yang demikian berbuat zhalim.Hal ini tak dapat di terima oleh akal.
Kesimpulan dari uraian diatas dapat di gambarkan sebagai berilut:
Kehendak Daya Perbuatan
Manusia Manusia Manusia
Tuhan Tuhan(relatif) Manusia
Tuhan Manusia(Relatif) Manusia
Tuhan Tuhan Tuhan
Jadi secara
kesimpulan sementara adalah manusia bebas kehendak dan berkuasa atas
perbuatan-perbuatannya, kebebasan manusia tidak mutlak.Kebebasan dan kekuasaan
manusia dibatasi oleh hal-hal yang tak
dapat dikuasai manusia sendiri, umpamanya manusia datang ke dunia ini bukanlah
atas kemauan dan kekuasaannya, Seorang dengan tak disadari dan diketahuinya
telah mendapati dirinya berada di bumi ini.Demikian pula menjauhi maut; tiap
orang pada dasrnya ingin terus hidup dan tidak ingin mati.Tetapi bagaimanapun
sekarang atau besok maut datang juga, Kebebasan dan kekuasaan manusia
sebenarnya di batasi oleh hukum alam.Pertama-tama manusia tersusun antara lain
dari materi.Materi adalah terbatas, mau tak mau manusia sesuai dengan unsur materinya, bersifat
terbatas.
Untuk membatasi
uraian penulis secara kuasanya
Kebebasan dab
Kekuasaan manusia sebenarnya terbatas dan terikat pada hukum alam.Kekuasaan
manusia sebenarnya, hanyalah memilih hukum alam mana yang ditempuh dan
diturutinya.Hal ini perlu di tegaskan, karena bisa disalah artikan mengandung
paham, bahw manusia adalah bebas-sebebasnya dan melawan kehendak dan kekuasaan
Tuhan.Hukum alam pada hakikatnya merupakan kehendak dan kekuasaan Tuhan, yang
tak dapat dilawan dan ditentang manusia
Sehinga secara
filosofis kuasa adalah:
- Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang
menurut pendapat manusia ada pada dii manusia
- Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan
sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam
mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik
atau berbuat jahat
Sumber dari:
- Nasution, Harun, Teologi Islam:aliran-aliran,
sejarah analisa/ dan / perbandingan / Harun Nasution.-Cet. 5. – jakarta
Penerbit universitas Indonesia (UI-Press), 1986
- Kritik atas essai Amanna, Bellamia,
Essai: Seni dan Kekuasaan(Seni di jadikan kendaraan politik...),jurnal
mejabudaya hal.8
- Sastrapratedja.M, editor. Manusia Multi
Dimensional:Sebuah renungan filsafat
0 komentar
Posting Komentar